AbuyaSayyid Muhammad Alawi Al-Maliki adalah orang yang super sibuk dengan kegiatan mengajar, mendidik, berdakwah, menulis, bersosialasi dan menemui banyak tamu. Bagi orang seperti beliau, waktu semenitpun sangat berarti sehingga sayang sekali bila digunakan untuk hal sepele. Jangankan Abuya, saya sendiri ketika sibuk dan fokus menulis kadang tidak sempat untuk makan seperti biasa karena dapat

Hari ini, masuk 15 Ramadan 1442. Tepat 17 tahun silam, menjelang waktu sahur 15 Ramadan 1425 bersamaan dengan 10 Mei 2004, salah satu ulama besar kebanggaan Ahlussunnah wal Jama’ah, Abuya Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki, wafat. Tidak perlu dijelaskan lebih lanjut tentang reputasi keilmuan dan akhlaknya. Para santri kinasih senantiasa menceritakan kenangan indahnya bersama sang guru, baik melalui lisan maupun tulisan. Dua serial buku yang ditulis oleh salah satu santri Abuya Sayyid Muhammad, yaitu Habib Musthofa bin Husain al-Jufri, berjudul Kumpulan Kisah-kisah Indah dan Lucu Petikan dari Ta’lim Mahaguru Abuya As-Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani menjadi kenangan yang asyik atas pribadi Abuya. Yang pasti, kisah indah dan lucu terkait pribadi Abuya mengandung hikmah, juga humor yang cerdas. Misalnya, Abuya Sayyid Muhammad al-Maliki bercerita pada saat masih menuntut ilmu di Masjidil Haram, terdapat sebuah tulisan yang terpampang di gang-gang menuju Masjidil Haram. Tulisan tersebut berbunyi من اراد المذهب النفيس.....فعليه بمذهب ابن ادريس Artinya Barangsiapa yang menginginkan madzhab fiqih yang baik, hendaklah dia memilih madzhab Ibn Idris Imam Syafi'i. Benar, ini promosi yang ditulis oleh seorang santri bermadzhab Syafi'i. Tujuannya tentu agar para santri memilih madzhab Syafii ketimbang madzhab lain, maupun berguru di halaqah ulama Syafi'iyah. Melihat fenomena ini Abuya berkata seraya bercanda Pasti penulisnya orang Indonesia. Rupaya para santri yang bermadzhab Maliki tidak sreg dengan tulisan di sebuah papan tersebut. Dengan cerdik mereka membuat sebuah plang tandingan’ yang ditaruh di papan yang pro-Madzhab Syafiiyah. Plang ini bertuliskan <كيف لا يكون ذالك....وشيخه الامام المالك؟ Artinya Bagaimana Ibn Idris Imam Syafi'i tidak akan menjadi seperti itu, sementara gurunya adalah Imam Malik? Cerdas dan menggelitik, bukan? Di Makkah, memang ada beberapa keluarga ulama yang memiliki ikatan emosional dengan jaringan santri asal Asia Tenggara. Yang paling kondang, tentu saja trah al-Maliki, asal keluarga Abuya. Sejak buyut hingga cicit, keluarga ini menjadi jujugan para pelajar Indonesia. Sayyid Abbas, buyut; Sayyid Alawi, kakek; Sayyid Muhammad, anak; dan Sayyid Ahmad, cicit. Keluarga ulama yang menjaga kemurnian aqidah dan amaliah Aswaja di tanah Makkah. Ketika masih tinggal di Misfalah, maupun pindah ke Rushaifah, magnet keilmuan keluarga ini tetap mencorong. Selain mengasuh banyak santri asal Indonesia, keluarga al-Maliki juga menerima kunjungan jamaah haji maupun umrah. Bagi saya, keluarga Al-Maliki telah menjadi salah satu pilar terpenting Ahlussunah wal Jama’ah di abad XX hingga saat ini dengan beberapa alasan. Pertama, keluarga ini bukan hanya memiliki sanad, melainkan juga nasab, yang bersambung kepada Rasulullah. Kedua, produktivitas karya yang dihasilkan Abuya Sayyid Muhammad al-Maliki sehingga ikut memperkokoh keilmuan Aswaja, bukan hanya di Makkah, melainkan juga di berbagai belahan negara di dunia. Tak kurang 40 karya tulis yang dihasilkan. Kajiannya juga lintas keilmuan, baik akidah, fiqih, tasawuf, dan sebagainya. Ketiga, jaringan para alumni. Hai'ah Asshafwah al-Malikiyyah, yang merupakan wadah para santri Abuya Sayyid Muhammad dan Sayyid Ahmad al-Maliki, menjadi simpul terpenting dalam penyebaran faham Ahlussunah wal Jama’ah di dunia Islam, khususnya Indonesia. Buku-buku karya Abuya Sayyid Muhammad dikaji oleh para muridnya, dan disebarkan lagi oleh mereka. Pola semacam ini membentuk jejaring khas yang semakin menguat jika meluas. Coba dicek, di kota dan kabupaten di Jawa dan Madura, hampir bisa dipastikan ada salah satu santri Abuya Sayyid Muhammad yang mendirikan pondok di situ. Keempat, walaupun bermadzhab Maliki, namun Abuya Sayyid Muhammad dan keluarganya tidak pernah memaksakan kehendak bermadzhab ini kepada para santrinya. Mayoritas para alumni tetap bermadzhab Syafi’i ketika pulang ke Indonesia. Artinya, sejak awal keluarga Al-Maliki menanamkan pendewasaan di dalam bermadzhab dan menjadikannya sebagai sebuah keniscayaan bagi para santri. Toleransi dan sikap dewasa di dalam beragama ini menjadi salah satu ciri khas dari keluarga Al-Maliki ini. Kelima, relasi unik antara bapak dengan anak. Misalnya, KH Ali Imron, Lamongan, dulu berguru kepada Abuya Sayyid Muhammad. Kemudian, putra Kiai Ali, yaitu Gus Alawy Ali Imron, juga berguru kepada Abuya Sayyid Muhammad meski beberapa bulan saja karena ulama ahli hadits ini wafat, dan kemudian beristifadah kepada Abuya Sayyid Ahmad bin Muhammad Alawi. Contoh lain, antara mertua dan menantu. KH A Sadid Jauhari, Pengasuh Pondok Pesantren Assunniyyah Kencong Jember, mendapatkan menantu bernama KH Sholahuddin Munshif. Keduanya merupakan murid Abuya Sayyid Muhammad. Contoh berikutnya yang lebih spesial, KH Maimoen Zubair berguru kepada Sayyid Alawi bin Abbas al-Maliki. Putra Mbah Moen, yaitu KH Najih Maimoen dan KH Abdur Rouf Maimoen, berguru kepada Sayyid Muhammad, putra Sayyid Alawi. Sedangkan putra bungsu Mbah Moen, yaitu Gus Idror, berguru kepada Sayyid Ahmad, putra Sayyid Muhammad. Komplit, betul! Mbah Moen masih menjumpai tiga generasi terbaik ulama Makkah, dan beristifadah dengan silsilah emas ini. *** Selain keluarga Al-Maliki, ada juga keluarga Al-Yamani yang diwakili oleh Syekh Ismail Zein al-Yamani, dan sekarang kiprahnya dilanjutkan oleh Syekh Muhammad, putranya. Di antara murid Syekh Ismail Zein al-Yamani yang produktif menulis kitab adalah KH Thoifur Ali Wafa, Ambunten, Sumenep. Jaringan murid Syekh Ismail juga menyebar di Indonesia. Syekh Muhammad, putranya, juga sering berkunjung ke berbagai pesantren di Tanah Air. Selain dua keluarga di atas, ada lagi keluarga ulama yang menjadi rujukan dan jujugan pelajar tanah air, khususnya sejak awal abad XX. Di antaranya keluarga Sayyid Muhammad Syatha' Addimyathi. Syaikh Abdus-Syakur, salah seorang ulama asal Surabaya yang menurut Snouck Hurgronje punya reputasi keilmuan setara dengan Syekh Nawawi al-Bantani, menjadi menantunya. KH M Hasyim Asy'ari mengaji kitab al-Hikam Al-Athaiyah kepada Syekh Abdus-Syakur ini. Adapun putra Sayyid Muhammad Syatha', yaitu Sayyid Bakri Syatha, pengarang Hasyiah I'anah al-Thalibin 'ala Fath al-Mu'in yang sangat populer di kalangan pesantren di Nusantara, punya juru tulis keturunan Banjar. Syekh Ali bin Abdullah bin Mahmud bin Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, inilah yang menurut sebagian pendapat menjadi sekretaris Sayyid Bakri Syatha' manakala menulis masterpiecenya. Demikian kuatnya ikatan emosional keluarga ini dengan jaringan pelajar Nusantara, ketika Syekh Mahfud at-Tarmasi wafat pada 1919, dimakamkan di kompleks pemakaman keluarga Syatha' Addimyathi ini. Keponakan Sayyid Bakri Syatha', yaitu Sayyid Hamzah Syatha', bahkan hijrah dan berdakwah di Sedan, Rembang, Jawa Tengah. Selain Al-Maliki, Al-Yamani, dan Syatha' Addimyathi, ada juga keluarga Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, Mufti Syafi'iyah di Makkah di era 1860-an yang punya sejarah khusus dengan jaringan ulama Nusantara. Kapan-kapan saya ulas, insyaallah. Wallahu a'lam bisshawab. Rijal Mumazziq Z adalah Rektor Institut Agama Islam Al-Falah As-Sunniyyah Inaifas Kencong, Jember dan mahasiswa program doktor Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
SayyidAlwi atau Ammul Faqih (paman dari al-Faqih) yang wafat di Tarim pada 613 H ini memiliki seorang putra bernama Sayyid Abdul Malik. Itu artinya, al-Faqih al-Muqaddam adalah sepupu dari Sayyid Abdul Malik bin Alwi bin Muhammad Shahib Mirbath, kakek kelima Sunan Ampel Surabaya; kakek keenam Sunan Bonang dan Sunan Drajat atau Sayyid Qasim
Al-Sayyid Muhammad bin Alawi bin Abbas al-Maliki al-Hasani was one of the foremost traditional Islamic scholars of contemporary times, and without doubt, the most highly respected and loved scholar of the holy city of Mecca and the entire Hijaz region Western Arabia. The Shaykh is a grandson of the Prophet ﷺ, a leader of the Ahl al-Bayt, the Imam of Hadith in our age, an authority of the four Madhhabs, a spiritual leader of the highest calibre, a caller to Allah par excellence, and unparalleled in his standing in the world of traditional Islamic scholarship. Visiting him was considered imperative for the Ulama who would visit Family & LineageThe Sayyid descends from a noble family that is directly connected to the blessed Prophet Muhammad ﷺ. He is a scion of the famous al-Maliki al-Hasani family of Mecca, who are descendants of the Prophet ﷺ through his grandson, Imam al-Hasan b. Ali رضي الله عنه. The Maliki family is one of the most respected families in Mecca and has produced great scholars who taught in the Haram of Mecca for centuries. In fact, five of the Sayyid's ancestors have been the Maliki Imams of the Haram of Mecca. His grandfather, al-Sayyid Abbas al-Maliki was the Mufti and Qadi of Mecca and the Imam and Khatib of the Haram. He held this position during the Ottoman, then Hashemite times, and continued to hold it after the Saudi Kingdom was established. The late King Abdul Aziz bin Sa’ud had great respect for him. His late father, al-Sayyid Alawi al-Maliki was one of the greatest Ulama of Mecca in the previous century. Al-Sayyid Alawi al-Maliki taught the various traditional Islamic sciences in the Haram of Mecca for nearly 40 years! Hundreds of students from all over the Islamic world benefited from his lessons in the Haram and many hold key religious positions in their lands today. The late King Faisal would not make any decision regarding Mecca without consulting al-Sayyid Alawi. He passed away in 1971 and his funeral was the biggest funeral seen in Mecca in a 100 years! For the next three days after his death, the local Saudi radio stations played the holy Qur'an only. This was something that was only done for him. The Maliki family has produced many other scholars, but for the sake of brevity we have only mentioned al-Sayyid Muhammad bin Alawi's eminent father and grandfather. His Birth & Early EducationAl-Sayyid Muhammad al-Hasan bin Alawi bin Abbas bin Abdul Aziz, was born in 1946, in the holy city of Mecca, in the famous al-Maliki al-Hasani Sayyid family of traditional Ulama. The Sayyid was fortunate to have as his father, the most learned scholar of Mecca, al-Sayyid Alawi. His father was his first and primary teacher, teaching him privately at home and as well as at the Haram of Mecca, where he memorized the Holy Qur'an at a young age. The Sayyid was educated by his eminent father from childhood and was authorized to teach every book he studied with him. His Further EducationWith his father's instruction, he also studied and mastered the various traditional Islamic sciences of Aqidah, Tafsir, Hadith, Fiqh, Usul, Mustalah, Nahw, and more at the feet of other great scholars of Mecca, as well as Medina, all of whom granted him full Ijazah certification to teach these sciences to others. By the age of 15, the Sayyid was already teaching the books of Hadith and Fiqh in the Haram of Mecca to fellow students, by the orders of his teachers! After finishing his traditional education in his hometown of Mecca, he was sent by his father to study at the esteemed Al-Azhar University of Egypt. He received his from al-Azhar at the age of 25, making him the first and youngest Saudi to earn a from there. His thesis on Hadith was rated 'excellent,' and highly praised by the eminent Ulama of the Azhar at that time, such as Imam Abu Zahra. His Travels in Questing for KnowledgeIt has been the way of most great Ulama to travel in pursuit of knowledge and wisdom. The Sayyid was no exception to this rule. He traveled from a young age, with the permission of his father, to seek knowledge and spirituality from those who possess it. The Sayyid traveled extensively in North Africa, Egypt, Sudan, Syria, Turkey, and the Indo-Pak subcontinent to learn from great scholars, meet the Friends of Allah, visit the Mosques and Shrines, and collect manuscripts and books. In each of these lands, he met its great Ulama and Awliya and benefited immensely from them. The Ulama of these lands, in turn, were also very impressed by this young student from Mecca and gave him special attention. Many had great respect for his learned father already, so were extremely honored to have the son as their student. His Ijazat Licenses to TransmitThe Traditional system of Islamic education is based on Ijazah or the 'permission to transmit Sacred Knowledge.' Not just any person was allowed to teach; only those who had certified Ijazahs from well-known scholars. For every branch of knowledge and for every book of Hadith, Fiqh, Tafsir there are sanads or 'chains of narration' that go back to the author of the book himself through his students and their students. And in the case of most sanads, such as those of the Qur'an, Hadith, and Tasawwuf, they connect back to the blessed Prophet ﷺ. Sayyid Muhammad was honored to be one of the Shaykhs with the largest number of ijazahs in our times. He also possessed the closest shortest 'chains of narration' to his ancestor, the Prophet Muhammad ﷺ. In his Arabian homeland and in the course of his travels, the Sayyid obtained more than 200 ijazahs from the greatest scholars of his time, in every branch of Islamic knowledge. Thus, his own ijazah that he would grant to his students was from the most prestigious and rarest in the world, linking his students to countless great scholars. His TeachersIndeed, most of the great Scholars today had sought the ijazah from the Sayyid. The Masters who granted the Sayyid their respective ijazahs were great savants and shining stars from all over the Islamic world. We would like to mention a few here His Teachers from Mecca al-Mukarrama His learned father and his first teacher, al-Sayyid Alawi bin Abbas al-Maliki Shaykh Muhammad Yahya Aman al-Makki Shaykh al-Sayyid Muhammad al-’Arabi al-Tabbani Shaykh Hasan Sa’id al-Yamani Shaykh Hasan bin Muhammad al-Mashshat Shaykh Muhammad Nur Sayf Shaykh Muhammad Yasin al-Fadani Al-Sayyid Muhammad Amin Kutbi Al-Sayyid Ishaq bin Hashim Azuz Al-Habib Hasan bin Muhammad Fad'aq Al-Habib Abdul Qadir bin Aydarus al-Bar Shaykh Khalil Abd-al-Qadir Taybah Shaykh Abd-Allah Sa'id al-Lahji His Teachers from Madinah al-Munawwarah Shaykh Hasan al-Sha'ir, Shaykh al-Qurra of Medina Shaykh Diya'uddin Ahmad al-Qadiri Al-Sayyid Ahmad Yasin al-Khiyari Shaykh Muhammad al-Mustafa al-’Alawi al-Shinqiti Shaykh Ibrahim al-Khatani al-Bukhari Shaykh Abdul Ghafur al-’Abbasi al-Naqshbandi His Teachers from Hadramawt & Yemen Al-Habib Umar bin Ahmad bin Sumayt, Grand Imam of Hadramawt Shaykh al-Sayyid Muhammad Zabarah, Mufti of Yemen Shaykh al-Sayyid IbrahIm bin Aqil al-Ba-’Alawi, Mufti of Ta'iz Al-Imam al-Sayyid Ali bin Abdul Rahman al-Hibshi Al-Habib Alawi ibn Abdullah bin Shihab Al-Sayyid Hasan bin Abdul Bari al-Ahdal Shaykh Fadhl bin Muhammad Ba-Fadhal Al-Habib Abdullah bin Alawi al-Attas Al-Habib Muhammad bin Salim bin Hafeez Al-Habib Ahmad Mashhur al-Haddad Al-Habib Abdul Qadir al-Saqqaf Shaykh Abdullah Zayd al-Zabidi His Teachers from Syria & Lebanon Shaykh Abul Yusr ibn Abidin, Mufti of Syria Shaykh al-Sayyid al-Sharif Muhammad al-Makki al-Kattani, Mufti of the Malikis Shaykh Muhammad As’ad al-Abaji, Mufti of the Shafi’is Shaykh al-Sayyid Muhammad Salih al-Farfur Shaykh Hasan Habannakah al-Maydani Shaykh Abdul Aziz Uyun al-Sud al-Himsi Shaykh Muhammad Sa’id al-Idlabi al-Rifa’i Shaykh Abdullah al-Harari His Teachers from EgyptShaykh al-Sayyid Muhammad al-Hafiz al-Tijani, Imam of Hadith in Egypt Shaykh Hasanayn Muhammad Makhluf, Mufti of Egypt Shaykh Salih al-Ja’fari, Imam of al-Azhar Shaykh Amin Mahmud Khattab al-Subki Shaykh Muhammad al-’Aquri student of Imam al-Bajuri Shaykh Hasan al-’Adawi Shaykh al-Sayyid Muhammad Abul Uyun al-Khalwati Al-Imam al-Akbar Dr. Abdul Halim Mahmud, Rector of al-Azhar His Teachers from North Africa Morocco, Algeria, Libya, & Tunisia Al-Sharif Idris al-Sanusi, late King of Libya Shaykh al-Sayyid Abdullah bin al-Siddiq al-Ghumari, Imam of Hadith in Morocco Shaykh al-Sayyid Abdul Aziz bin al-Siddiq al-Ghumari Shaykh Muhammad al-Tahir ibn Ashur, Imam of al-Zaytuna, Tunis Shaykh al-Sayyid al-Sharif Abdul Kabir al-Saqali al-Mahi Shaykh al-Tayyib al-Muhaji al-Jaza'iri, Muhaddith of Algeria Shaykh al-Faruqi al-Rahhali al-Marrakashi Shaykh al-Sayyid al-Sharif Muhammad al-Muntasir al-Kattani Shaykh Sidi Muhammad Bal-Qa'id al-Hibri al-Shadhili al-Darqawi, Algeria His Teachers from the Indo-Pak SubcontinentShaykh al-Faqih Abul Wafa al-Afghani, Imam of the Hanafis, Hyderabad Deccan Shaykh al-Allamah Abdul Mu’id Khan, Hyderabad Deccan al-Imam al-’Arif-Billah Mustafa Rida Khan al-Barelawi, Mufti of India Mufti Muhammad Shafi’i al-Deobandi, Mufti of Pakistan Mawlana Muhammad Zakariyyah al-Kandahlawi, Master of Hadith Malawana Zafar Ahmad Thanawi, author of 'Ila al-Sunan Shaykh al-Muhaddith Habib al-Rahman al-’Azami Mawlana Sayyid Abul Hasan Ali al-Nadawi His Teachers from the Sudan Shaykh Yusuf Hamad al-Nil Shaykh Majdhub Muddassir Ibrahim al-Tijani Shaykh Ibrahim Abul Nur Shaykh al-Tayyib Abu Qinayah al-Tijani These were only the more famous of the scholars from whom our Shaykh obtained ijazah's, and there are many others. In al-Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki, one would find the best of all these Shaykhs from various backgrounds and inclinations. The Sayyid's broadmindedness in his quest for knowledge is an example for all those who wish to restrict themselves to one school or institute. His Teaching CareerOne would not like to use the word 'career' for the Sayyid's teaching activities, as this word may seem closely connected to material gains. The Sayyid, like all traditional Shaykhs, and like his ancestors before him, taught solely for the sake of Allah and expected nor gained any material benefits at all. In fact, he would host a large number of students at his own residence, providing them with food, drink, shelter, clothes, books and everything else they need. In return, they were only required to follow the rules and etiquette of students of sacred knowledge. Students of the Sayyid would usually stay with him for many years, learning the various branches of Islamic knowledge, then return to their lands. Hundreds of students learnt at his feet, and have since become savants of Islamic knowledge and spirituality in their own countries, particularly Indonesia, Malaysia, Egypt, Yemen and Dubai. After returning from al-Azhar, he was also appointed as Professor of Islamic studies at the Umm al-Qura University in Mecca, where he taught from 1970. In 1971, after his father's death, the scholars of Mecca asked him to accept his father's position as a teacher in the Haram, which he did. Thus, he sat on the Chair from which his family had taught for more than century. The Sayyid also taught in the Haram of Medina occasionally. His lessons were the largest attended lessons in the Two Harams. In the early eighties however, he was removed from both his teaching position in the Umm al-Qura University as well as his ancestral chair of teaching in the Haram, due to the fatwas or edicts of some fanatical scholars of the Wahhabi sect, who considered his presence a threat to their extremist ideology and religious authority. Since then, he taught the great books of Hadith, Fiqh, Tafsir and Tasawwuf at his home and mosque on al-Maliki street in the Rusayfah district of Mecca, and his public lessons, between Maghrib and Isha, were attended by no less than 500 people daily. Many students from the University would attend his lessons in the evenings. Despite opposition from the Wahhabi establishment, al-Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki was highly respected by the Saudi government and was often consulted by the King on important affairs. He was also nominated as the head judge at the international Qira'at Qur'anic reading competition in Mecca for three consecutive years. His Writings & PublicationsThe Sayyid was a prolific writer and produced close to one hundred works. He has written on a variety of religious, legal, social and historical topics and many of his books are considered masterpieces on the subject and are prescribed textbooks in Islamic institutes around the world. We mention here some selected works on various subjects His Writings in Aqidah Mafahim Yajib an Tusahhah Notions that Must Be Corrected, perhaps the most important contemporary statement of Ahl al-Sunna on the “Salafī” heresy. In this book Shaykh Muḥammad ibn Alawi establishes the proofs and positions of the Imams of Ahl al-Sunna on the topics of taṣawwuf, tawassul, the Prophet’s s intercession, the celebration of his birthday mawlid, the Ash’ari School, etc. with extensive documentation including the sources claimed as authoritative by the “Salafīs” themselves -Ibn Taymiyya, Ibn al-Qayyim, Ibn ʿAbd al-Salaf fi Fahm al-Nusus “The Methodology of the Predecessors in Understanding the Texts Theory and Practice”, his latest work, a continuation and update of the min al-Takfir Huwa Allah “{He is Allāh} 1121”, a statement of Sunni doctrine in refutation of the aberrations of anthropomorphismQul Hadhihi Sabili “{Say This Is My Way} 12108”, a concise manual of Islamic doctrine and Aqidat al-’Awwam His Writings in TafsirZubdat al-Itqan fi Ulum al-Qur'an Wa-Hiwa bil Ufuq al-A’la “{When He was on the uppermost horizon} 537”, the most comprehensive commentary to date on the Prophet’s ﷺ night journey and ascension, summing up over forty works devoted to the subject. A companion to the Shaykh’s al-Anwar al-Bahiyya, the book contains a detailed commentary of the verses that pertain to the vision of Allah and a full documentation of the authentic relevant al-Asasiyya fi Ulum al-Qur'an “Basic Foundations in the Sciences of the Qur’ān”, a useful primer and introduction to Dr. Nūr al-Dīn ʿItr’s Ulum al-Qur’an al-Karim “The Sciences of the Noble Qur’an”.Hawl Khasa'is al-Qur'an His Writings in HadithAl-Manhal al-Latif fi Usul al-Hadith al-Sharif Al-Qawa’id al-Asasiyya fi Ilm Mustalah al-Hadith Fadl al-Muwatta wa-Inayat al-Umma al-Islamiyya bihi Anwar al-Masalik fi al-Muqaranat bayna Riwayat al-Muwatta lil-Imam Malik His Writings in Seerah Muhammad al-Insan al-Kamil “Muḥammad the Perfect Human Being” ﷺ, a comprehensive summary of the Prophet’s ﷺ attributes in the manner of the books of shamā’il. Its chapters are titled as followsThe Perfection of His Lofty Gifts and Pure Perfection of His Immunity From Defects and Questionable Aspects, and His Divine Safeguard from Enemies, Devils, and Perfection of His Magnificent Manners and Noble Perfection of His Illustrious Merits and Peerless Perfection of His Wisdom in Government and Military Perfection of His Conduct in the Administration and Education of the Community, and His Heedful Interaction with Them in General and with His Family and Companions in Perfection of His Law and Its Fulfillment of Human Needs and Keeping Pace with the Spirit of the Times without Incurring Alteration nor al-Hawadith wal-Ahwal al-Nabawiyya “Historical Events and Markers in the Prophet’s ﷺ Life”.'Urf al-Ta'arif bil-Mawlid al-Sharif Al-Anwar al-Bahiyya fi Isra' wal-Miraj Khayr al-Bariyya “The Resplendent Lights of the Night Journey and Ascension of the Best of Creation”, a monograph that collates all the sound narrations of the Prophet’s ﷺ night journey and ascension into a single al-Muhammadiyya Zikriyat wa-Munasabat Al-Bushra fi Manaqib al-Sayyidat Khadijah al-Kubra His Writings in UsulAl-Qawa’id al-Asasiyya fi Usul al-Fiqh “Basic Foundations in the Principles of the Law”, a useful primer and introduction to Dr. Wahba al-Zuhayli’s two-volume Uṣul al-Fiqh al-IslamiSharh Manzumat al-Waraqat fi Usul al-Fiqh Mafhum al-Tatawwur wa al-Tajdid fil Shari’ah al-Islamiyya “What is Meant by Growth and Renewal in Islamic Law”His Writings in Fiqh Al-Risalat al-Islamiyya Kamaluha wa-Khuluduha wa-Alamiyyatuha “The Message of Islam Its Perfection, Immortality, and Universality”.Labbayk Allahumma Labbayk Al-Ziyarat al-Nabawiyya bayn al-Shari’a wa-al-Bid’iyya Shifa' al-Fu'ad bi-Ziyarat Khayr al-’Ibad “The Healing of Hearts Concerning the Visitation of the Best of Human Beings” which establishes the proofs and positions of the Imams of Ahl al-Sunna on the subject of travelling to visit the Prophet ﷺ in order to obtain blessings tabarrukan and inter-cession tashaffuʿanHawl al-Ihtifal bi-Zikra al-Mawlid al-Nabawi al-Sharif On Celebrating the Birth of the Prophet ﷺ a meticulous summation of the proofs adduced by the scholars for the permissibility of celebrating the al-Nabawi bayn al-Ghuluww wal-Ijhaf “The Panegyric of the Prophet ﷺ Between Extremism and Fairness”, a study of the genre with examples from the Qur’ān, ḥadīth, commentaries, and poetry showing that praising the Prophet ﷺ is part of the perfection of one’s Islam and not, as some enviers have claimed, a contravention of the ḥadīth “Do not over-extol me lā tuṭrūnī the way Christians over-extolled ʿĪsā ibn Maryam e; [ by divinizing him].”His Writings in TasawwufAl-Mukhtar min Kalam al-Akhyar Abwab al-Faraj “The Gates of Deliverance”, a descriptive manual of supplications and devotions for various occasions from the Qur’an, the Sunna, and the Imams of Islam together with a description of the manners of supplicants. It contains a valuable prescription for reciting the Fatiḥa al-Anwar min Adiyat al-Sadah al-Akhyar “The Epitome of the Rising Lights Taken From the Supplications of the Elect Masters”, a manual of devotions taken from the Sunna and the Imams of Islam. It contains, among other precious supplications, the devotion ḥizb of Imam al-Nawawi which begins with the words “In the name of Allāh, Allāh is greatest! I say upon myself, my Religion, my spouses, my children, my property, my friends, their Religion and their property, a thousandfold “There is no change nor power except with Allāh the Exalted, the Almighty.”Al-Husun al-Ma’niyya “The Invincible Forts”, a booklet of personal devotions selected from the Sunna and the practice of the Shawariq al-Anwar Azkar Nabawiyya wa-’Adiyyat Salafiyya Al-Bayan wal-Ta’rif fi Dhikra al-Mawlid al-Sharif “The Exposition and Definition of the Celebration of the Noble Birthday”, a concise anthology of texts and poems related to the Writings on Other SubjectsFi Rihab al-Bayt al-Haram History of Mecca Al-Mustashriqun Bayn al-Insaf wa al-’Asabiyya “The Orientalists Between Fairness and Prejudice”, a brief survey of the pitfalls of literature on Islam by al-Islam ila al-Riyada Sports in Islam Al-Qudwat al-Hasana fi Manhaj al-Da'wah ila Allah “The Excellent Examplar in the Method of Calling Others Unto Allah”. Ma La Aynun Ra'at Description of Paradise Nizam al-Usra fi al-Islam Islam and Family Kashf al-Ghumma Virtues of helping fellow Muslims Al-Da’wat al-Islahiyya Call for Reform Al-Muslimun bayn al-Waqi' wa al-Tajriba Contemporary Muslim world Fi Sabil al-Huda wal-Rashad Collection of speeches Sharaf al-Ummat al-Islamiyya Superiority of the Muslim Umma Usul al-Tarbiyyat al-Nabawiyya Prophetic methods of education Nur al-Nibras fi Asanid al-Jadd al-Sayyid Abbas Set of Grandfather's Ijazahs Al-’Uqud al-Lu'liyya fil Asanid al-’Alawiyya “The Pearl Necklaces Alawi’s Transmission Chains”, in which the Shaykh lists the transmission chains he received from his father, Sayyid Alawi ibn Abbas. Al-Tali’ al-Sa’id al-Muntakhab min al-Musalsalat wal Asanid “The New Moon of Happiness A Selection of Similarly-Narrated Ḥadiths and Chains”. Al-’Iqd al-Farid al-Mukhtasar min al-Athbat wa al-Asanid Set of Ijazahs This is a selected list of the published works of the Sayyid. There are many other publications that were not mentioned and many works that are still to be published. We also did not mention the numerous important classical works that the Sayyid has located, researched and published for the first time, with notes and commentary. All together, the Sayyid's contribution in this field has been great. Many of the Sayyid's works have also been translated into foreign languages. His Other ActivitiesThe Sayyid was a keen propagator of true Islamic guidance and spirituality and traveled all over Asia, Africa, Europe and America calling people to heed to the Words of Allah and His final Messenger Muhammad ﷺ. In Southeast Asia especially, the Sayyid personally established and ran more than 70 Islamic schools to counter Christian missionary activities. Large numbers of Christians and Buddhists embraced Islam at his blessed hands, many of them, simply by looking at the Muhammadan Light shining on his face. Wherever he would go, the leaders, scholars and masses of that country would receive him with jubilation. He often addressed crowds of hundreds and even thousands of people. He was dearly loved and adored all over the Muslim world, not only because of his Muhammadan Lineage but also because of his immense knowledge, wisdom, humble manners and spiritual charisma. He was known to be extremely generous with his knowledge, wealth and time. The Sayyid’s ApproachThe Sayyid followed and advocated the mainstream majority tradition of Islam, the way of Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah, the hallmark of which is tolerance and moderation, knowledge and spirituality, and unity in diversity. He believed in adherence to the four established Madhhabs, but without fanaticism. He taught respect for the great Ulama and Awliya of the past. He was against the hasty condemnation of fellow Muslims as disbelievers kafirs and polytheists mushriks, something that has become the trademark of certain modern sects today. He was very critical of so-called 20th century 'reformers' who wish to simply wash away the Islam of the previous generations in the name of 'pure Islam'. He believed that condemning all Ash’aris, or all Hanafis, Shafi’i's and, Malikis or all Sufis, as some extremist sects are doing nowadays, means condemning the whole Umma of Islam for the past thousand years. This can only be the attitude and approach of an enemy of Islam, not a friend. The Sayyid strongly believed that the great Madhhab-following Sunni-Sufi Islamic scholars of the past thousand years, are our connection to the Qur'an and Sunnah, and not a barrier between them and us, as some would like to believe. True understanding of the Qur'an and Sunnah is one that is based on the interpretation of the great scholars of Islam, not the whims and fancies of modern-day extremists who don't think twice before condemning the majority of the Muslims of the world. The Sayyid believed that the majority of this Umma are okay, it's the fanatical minority groups that must recheck their extremist ideologies. The Sayyid was also a proponent of true Shariah based Sufism, the Sufism of the great Awliya and saints of this Umma. He himself was a spiritual master of the highest caliber, linked to most of the great Spiritual Orders of Islam, through great Shaykhs of the Tariqas or spiritual orders. He believed that reciting dhikr, alone and in congregation, is an integral part of a Muslim's spiritual well-being. All his students were required to pray tahajjud night vigil and read morning and evening awrad litanies. Finally, the Sayyid believed that Muslims must use their resources to uplift the state of their Umma, spiritual, socially and materially, and not waste their precious time in fighting over petty issues. He believed Muslims should not condemn each other on matters that have been differed upon by the Ulama, they must rather join hands in combating that which is agreed upon to be evil and sin. The Sayyid's views are exemplified in his most famous work Mafahim Yajib an Tusahhah Notions that Must be Corrected, a book that gained wide appreciation throughout the Islamic world, and was highly acclaimed in scholarly circles. His DeathThe Sayyid passed away on Friday the 15th of Ramadan 1426 / 29th October 2004 and he had wished to pass away in Ramadan in a state of fasting in his house in Mecca. The day after his passing away, the King of Saudi Arabia, Abdullah, and all the top officials of the country and members of the Saudi royal family came to pay their condolences. The Sayyid left behind two sons, Sayyid Ahmad and Sayyid Abdullah, and many daughters. Sayyid Ahmad is a learned young scholar and has become his father's able successor. He continues with all the teaching and spiritual activities of his father. The Sayyid also left behind a large number of students, many of whom hold prominent positions in Saudi Arabia and throughout the Muslim world. Through them, and through his works, his legacy continues to flourish. May Allah grant him the highest place in Jannah next to his beloved Grandfather, Sayyidina Rasulillah ﷺ. Amin. This article was adapted from the work of the Sayyid’s student Shaykh Fakhruddin Owaisi.

SayyidMuhammad Alawi Al Maliki Selamat Datang Di Pesantren Al-Maliki koncer Di sini pembaca akan menemukan berbagai informasi mengenai Pondok Pesantren Al-Maliki Koncer, Bondowoso. Seluruh Santri. 600. Santri Putra. 900. Santri Putri. Berita Terbaru. Portal Berita Terbaru Pesantren Al-Maliki Koncer. admin April 20, 2022. Taushiyah

Daftar Karangan Kitab Karya Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki - As-Sayyid Muhammad bin Alawi bin Abbas bin Abdul Aziz Al-Maliki Al-Hasani atau lebih akrab dipanggil dengan sebutan Sayyid Maliki atau Abuya Maliki adalah seorang ulama besar berakidah ahlussunnah waljamaah asal Arab Saudi. Beliau lahir pada tahun 1365H dan wafat pada 15 Ramadhan 1425 dalam keadaan berpuasa. dari segi nasab beliau sangat mulia karena bersambung langsung kepada Rasulullah SAW. Beliau Sayyid Maliki adalah ulama besar zaman ini dengan kecerdasan tinggi dan memiliki keluasan ilmu di berbagai bidang agama. dia telah menghabiskan seluruh hidupnya untuk menuntut ilmu dari berbagai ulama dan universitas salah satunya adalah universitas Al-Azhar Mesir. gelar profesornya menjadi bukti bagaimana Sayyid Maliki memang sangat ahli dalam bidang agama. Disiplin ilmu yang tinggi dibuktikan dengan hasil karya tulis beliau dalam bentuk buku dan kitab yang membahas hampir semua aspek dan bidang dalam agama. jumlah kitab karangan Sayyid Maliki sangat banyak jumlahnya dan telah tersebar di seluruh penjuru dunia serta telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa termasuk indonesia. Baca Juga Surat Al Mulk Diantara kitab-kitab yang telah beliau karang merupakan kitab-kitab yang di dalamnya berkaitan dengan bidang hadits, musthalah hadits, tarikh/sirah, ushul fiqih, fiqih, ulumul qur'an, tafsir, aqidah, dan masih banyak lagi kitab-kitab lainnya yang belum sempat dipublikasikan. total karya dan karangan kitab Sayyid Maliki mencapai ratusan jumlahnya. Hal ini bukan sesuatu yang mengherangkan untuk seorang ulama yang menguasai banyak disiplin keilmuan seperti beliau. Nah, dibawah ini kami infokan daftar kumpulan karangan kitab karya Sayyid Muhammad Al Maliki lengkap. so berikut ini judul dan nama nama kitab/buku karya beliau . . . Daftar Karangan Kitab Karya Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki Karangan Sayyid Maliki Dalam Bidang Aqidah - Mafahim Yajib an Tusahhah - Manhaj al-Salaf fi Fahm al-Nusus - Al-Tahzir min al-Takfir - Huwa Allah - Qul Hazihi Sabeeli - Sharh Aqidat al-Awam Karya Sayyid Maliki Dalam Bidang Tafsir - Zubdat al-Itqan fi Ulum al-Qur’an - Wa Huwa bi al-Ufuq al-A’la - Al-Qawaid al-Asasiyyah fi Ulum al-Quran - Hawl Khasa’is al-Quran Karangan Sayyid Muhammad Dalam Bidang Hadits - Al-Manhal al-Latif fi Usul al-Hadith al-Sharif - Al-Qawaid al-Asasiyyah fi Ilm Mustalah al-Hadith - Fadl al-Muwatta wa Inayat al-Ummah al-Islamiyyah bihi - Anwar al-Masalik fi al-Muqaranah bayn Riwayat al-Muwatta lil-Imam Malik Karya Sayyid Muhammad Almaliki Dalam Bidang Sirah - MuhammadSall Allahu Alayhi Wa Sallam al-Insan al-Kamil - Tarikh al-Hawadith wa al-Ahwal al-Nabawiyyah - Urf al-T arif bi al-Mawlid al-Sharif - Al-Anwar al-Bahiyyah fi Isra wa M’iraj Khayr al-Bariyyah - Al-Zakha’ir al-Muhammadiyyah - Zikriyat wa Munasabat - Al-Bushra fi Manaqib al-Sayyidah Khadijah al-Kubra Karya Sayyid Maliki Dalam Bidang Ushul - Al-Qawaid al-Asasiyyah fi Usul al-Fiqh - Sharh Manzumat al-Waraqat fi Usul al-Fiqh - Mafhum al-Tatawwur wa al-Tajdid fi al-Shariah al-Islamiyyah Karangan Sayyid Muhammad Maliki Dalam Bidang Fiqh - Al-Risalah al-Islamiyyah Kamaluha wa Khuluduha wa Alamiyyatuha - Labbayk Allahumma Labbayk - Al-Ziyarah al-Nabawiyyah bayn al-Shariyyah wa al-Bidiyyah - Shifa’ al-Fu’ad bi Ziyarat Khayr al-Ibad - Hawl al-Ihtifal bi Zikra al-Mawlid al-Nabawi al-Sharif - Al-Madh al-Nabawi bayn al-Ghuluww wa al-Ijhaf Karangan Sayyid Muhammad bin Alwi Maliki Dalam Bidang Tasawwuf - Shawariq al-Anwar min Adiyat al-Sadah al-Akhyar - Abwab al-Faraj - Al-Mukhtar min Kalam al-Akhyar - Al-Husun al-Maniah - Mukhtasar Shawariq al-Anwar Karya Lainnya - Fi Rihab al-Bayt al-Haram Sejarah Makkah - Al-Mustashriqun Bayn al-Insaf wa al-'Asabiyyah Kajian Berkaitan Orientalis - Nazrat al-Islam ila al-Riyadah Sukan dalam Islam - Al-Qudwah al-Hasanah fi Manhaj al-Da'wah ila Allah Teknik Dawah - Ma La 'Aynun Ra'at Butiran Syurga - Nizam al-Usrah fi al-Islam Peraturan Keluarga Islam - Al-Muslimun Bayn al-Waqi' wa al-Tajribah Muslimun, Antara Realiti dan Pengalaman - Kashf al-Ghumma Ganjaran Membantu Muslimin - Al-Dawah al-Islahiyyah Dakwah Pembaharuan - Fi Sabil al-Huda wa al-Rashad Koleksi Ucapan - Sharaf al-Ummah al-Islamiyyah Kemulian Ummah Islamiyyah - Usul al-Tarbiyah al-Nabawiyyah Metodologi Pendidikan Nabawi - Nur al-Nibras fi Asanid al-Jadd al-Sayyid Abbas Kumpulan Ijazah Datuk dia, As-Sayyid Abbas - Al-'Uqud al-Lu'luiyyah fi al-Asanid al-Alawiyyah Kumpulan Ijazah Bapa dia, As-Sayyid Alawi - Al-Tali' al-Sa'id al-Muntakhab min al-Musalsalat wa al-Asanid Kumpulan Ijazah - Al-'Iqd al-Farid al-Mukhtasar min al-Athbah wa al-Asanid Kumpulan Ijazah Sekian dari kami mengenai kumpulan kitab karya Sayyid Muhammad Al-Maliki. daftar nama kitab diatas hanyalah sebagian saja dari banyak karangan Sayyid Maliki yang lainnya. semoga ALLAH SWT merahmati beliau atas segala jasa jasa besarnya kepada umat islam. Amiin. Kelahiran As-Sayyid Muhammad Al-Hasani bin Alawi bin Abbas bin Abdul Aziz, dilahirkan pada tahun 1365H atau 1946M, di kota suci Mekkah, dalam keluarga Al-Maliki Al-Hasani yang terkenal, keluarga Sayyid yang melahirkan ulama tradisi. Bapak beliau adalah seorang ulama paling berilmu di Mekkah yang merupakan guru pertama dan utama beliau

Foto Sayyid Muhammad Al Maliki - As-Sayyid Muhammad bib Alawi Al Maliki Al Hasani adalah ulama besar asal saudi arabia. beliau merupakan salah satu ulama ahlussunnah wal jamaah terbesar pada zamannya. sayyid muhammad al-maliki bersama dengan ayahnya sayyid alawy adalah guru dari ulama ulama ahlussunnah di indonesia. oleh murid-muridnya beliau biasa dipanggil dengan sebutan abuya. Ulama ulama besar di tanah air seperti pendiri NU kyai hasyim asyari dan mbah maimoen zubair adalah murid dari sayyid alawy yang merupakan ayah dari sayyid muhammad al-maliki. setelah ayahnya meninggal, sayyid muhammad lah yang menjadi penerusnya, murid muridnya berasal dari seluruh penjuru dunia termasuk dari indonesia. Sayyid muhammad maliki menjadi rujukan ilmu bagi santri santri tanah air selepas wafatnya sang ayah sayyid alwi. beliau juga sangat produktif dan telah menulis banyak sekali kitab kitab ilmu, ini sekaligus menunjukkan ketinggian ilmu yang beliau miliki. Banyak sekali sebenarnya yang penulis ingin jabarkan, namun kita kembali pada fokus utama yaitu mengenai kumpulan foto abuya sayyid muhammad bin alwi al-maliki. so langsung saja berikut ini koleksi galeri foto Assayyid muhammad maliki lengkap update terbaru yang kami kumpulkan dari berbagai sumber . . . Foto Sayyid Muhammad bin Alawi Al Maliki Sekian artikel tentang koleksi 40+ gambar dan foto as-sayyid muhammad bin alwi al maliki, seorang pejuang ahlussunnah wal jamaah abad ini. bagi yang ingin mendownload dan meyimpannya untuk dijadikan wallpaper tinggal anda klik kanan pada foto, lalu pilih save as. semoga bermanfaat dan bisa menjadikan kita semakin cinta kepada para ulama.

AsSayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki adalah salah seorang ulama Islam dari Arab Saudi, beliau dilahirkan pada tahun 1365H atau 1946 M di kota Mekkah. Beliau berasal dari keluarga Al-Maliki Al-Hasani yang terkenal. Ayahnya adalah As-Sayyid Alawi, seorang ulama terkemuka di Mekkah dan merupakan salah satu penasihat Raja Faisal, raja Arab Saudi.
NWDI Online. Com - Abuya As-Sayyid Muhammad bin As-Sayyid Alawi Al-Maliki Al-Hasani lahir di kota Makkah tahun 1365 H / 1945 M. Pendidikan pertamanya adalah Madrasah Al-Falah Makkah, dimana ayah beliau As-Sayyid Alawi bin Abbas Al-Maliki Al-Hasani sebagai guru agama di sekolah tersebut yang juga merangkap sebagai pengajar di Halaqoh Masjidil Haram Makkah yang tempatnya sangat masyhur dekat As-Sayyid Alawi Al-Maliki wafat, putera beliau Abuya As-Sayyid Muhammad Al-Maliki Al-Hasani tampil sebagai penerus. Disamping mengajar di Masjidil Haram, beliau juga diangkat sebagai dosen di Universitas King Abdul Aziz Jeddah dan Univesitas Ummul Qura Makkah mata kuliah Ilmu Hadits dan lama beliau menjalankan tugasnya sebagai dosen di dua universitas tersebut, sampai beliau memutuskan mengundurkan diri dan memilih mengajar di Masjidil Haram sambil membuka Majlis Ta’lim di kediaman beliau kawasan Utaibiyyah Makkah. Tak berapa lama, tempat kediaman beliau pindah ke kawasan Rushoifah As-Sayyid Muhammad bin As-Sayyid Alawi Al-Maliki Al-Hasani lebih suka dipanggil oleh semua santrinya dengan sebutan 'Abuya' daripada dengan sebutan yang lain. Penggilan Abuya ini bertujuan agar hubungan antara guru dan murid tidak sekedar hubungan dhohir tapi juga hubungan batin, seperti hubungan orang tua dengan anaknya. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam kitab المنهج السوي Karangan Alhabib Zen bin Ibrohim bin Smithآبَاؤُكَ ثَلاَثَةٌ أَبُوْكَ الَّذِى وَلَدَكَ, وَالَّذِى زَوَّجَكَ ابْنَتَهُ, وَالَّذِى عَلَّمَكَ وَهُوَ أَفْضَلُهُمْ"Bapakmu ada tiga. Pertama Bapak yang dengannya kamu lahir ke dunia. Kedua Bapak yang telah menikahkan anaknya dengan kamu. Ketiga Bapak yang telah mendidik dan memberimu ilmu, dan dia yang paling utama diantara yang lain."Nasab AbuyaNasab Abuya bersambung hingga kepada Baginda Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam dari jalur Sayyidina Hasan bin Ali Karamallahu wajhah. Oleh karena itu, dalam penyebutan nama beliau disematkan nisbat al-Hasani. Mereka adalah anak cucu Baginda Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam, wajib untuk kita muliakan, sebagaimana disebutkan dalam kitab Maulid Ad-Daiba'iy,أَهْلُ بَيْتِ الْمُصْطَفَى الطُّهُرِهُمْ أَمَانُ اْلأَرْضِ فَالذَّكِرِ"Mereka para Ahlul Bait Nabi adalah manusia suci. Dan ingatlah bahwa mereka adalah para penjaga bumi."Madzhab AbuyaAbuya As-Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Hasani bermadzhab Imam Malik. Meski demikian, Abuya tidak menyuruh para santrinya untuk mengikutinya Mazhab Imam Malik, kecuali hanya beberapa orang saja, bahkan Abuya sengaja memanggil beberapa Ulama' yang bermadzab Imam Syafi'i untuk mengajari Fikih Madzhab Imam Syafi' AbuyaAbuya As-Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Hasani sangat tidak suka dengan orang yang fanatik terhadap salah satu aliran atau kelompok. Sebagaimana Abuya juga tidak suka dengan kekerasan dan orang yang keras. Sebagaimana dawuh beliau,أَكْرَهُ التَّعَصُّبَ وَالْمُتَعَصِّبِيْنَ, وَالتَّشَدُّدَ وَالْمُتَشَدِّدِيْنMetode Tarbiyah AbuyaMetode Tarbiyah Abuya As-Sayyid Muhammad bin Assayyid Alawi Al-Maliki Al-Hasani di dalam mendidik santri-santrinya tercermin dalam beberapa Kalam Hikmah beliau, antara lainAbuya Lebih Mengutamakan Akhlak daripada أُعَلِّمُ الأَخْلاَقَ وَ الْمُرُوْؤَةَ قَبْلَ الْعِلْمِ وَ الْكِتَابِ"Aku mendahulukan mengajarkan akhlak dan Muru'ah, sebelum mengajarkan ilmu dan kitab."Abuya Lebih Mengutamakan Khidmah daripada الْخُدُوْمُ اَحْسَنُ عِنْدِي مِنَ الطَّالِبِ الْمُجْتَهِدِ"Santri pengkhidmah lebih baik bagiku daripada santri yang giat belajar."Karya AbuyaAbuya As-Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Hasani termasuk Ulama' produktif yang banyak menghasilkan karya berupa kitab-kitab pedoman Ahlussunnah Waljamaah. Karya-karya Abuya lebih dari 100 kitab, baik yang sudah dicetak ataupun yang masih berupa 'Makhtuthat' manuskrip. Diantara karya Abuya yang sangat masyhur adalah kitab yang berjudul,مَفَاهِيْمُ يَجِبُ أَنْ تُصَحَّحْ"Faham-Faham Yang Harus Diluruskan"Amanah AbuyaPada bulan Syawal 1423 H. atau bertepatan dengan Desember 2002 M., Abuya As-Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Hasani berkunjung ke Malaysia. Dalam kunjungan tersebut, Abuya memberikan amanah kepada murid paling senior, yaitu KH. Muhammad Ihya’ Ulumiddin agar membuat wadah bagi para ini merupakan usulan pendapat dari Abuya As-Sayyid Ahmad putera beliau. Alhamdulillah, pada hari Rabu tanggal 2 Muharrom 1424 H atau bertepatan dengan 5 Maret 2003 M sebanyak 25 murid beliau berkumpul di kediaman KH. Muhyiddin Nor Pondok Pesantren Darussalam Tambak Madu santri Abuya yang hadir sepakat untuk mewujudkan amanah beliau dalam berdakwah secara berjamaah. Wadah tersebut kemudian dengan diberi nama Hai’ah Ash-Shofwah. Dan pada acara tahunan Musyawarah Nasional Mukernas ke VIII Tahun 2014, diputuskan agar nama organisasi ini ditambah menjadi Hai'ah Ash-Shofwah al-Malikiyah. Hal ini untuk menghindari kerancuan dengan sebuah organisasi yang bernama Yayasan Ash Shofwah yang berpusat di ini kantor pusat Hai'ah Hai'ah Ash-Shofwah al-Malikiyah berada di Jln. Gayungsari Surabaya, sebelah timur Masjid Al-Akbar Surabaya. Organisasi para Alumni Abuya Al Maliki ini sudah memiliki 21 kantor cabang Niqobah di seluruh Indonesia dengan jumlah anggota yang sudah terdata kurang lebih 900 para habaib dan AbuyaDiantara sekian banyak karomah Abuya As-Sayyid Muhammad bin As-Sayyid Alawi Al-Maliki Al-Hasani yang tidak bisa dipungkiri siapapun, adalah doa dan permohonan Abuya kepada Allah,أَتَمَنَّى مِنَ اللهِ اَنْ يَقْبِضَ رُوْحِيْ بَيْنَ طُلاَّبِيْ وَ كُتُبِيْ وَ اَنَا صَائِمٌ"Saya memohon kepada Allah agar ruhku dicabut ketika saya berada di tengah santri-santri dan kitab-kitabku, dan saya dalam keadaan berpuasa."Abuya As-Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Hasani wafat hari jumat tanggal 15 Romadhon 1425 H. atau 30 Oktober 2004 M. Beliau wafat di kamar beliau yang penuh dengan kitab-kitab dan ditunggui oleh para santri kita sebagai santri dan pecinta Abuya Al-Maliki selalu mendapat barokah dan Madad Abuya Al-Maliki. Alfatihah....اللهم صل على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
SayyidMuhammad merupakan ulama kelahiran Makkah pada tahun 1944 dari keluarga para ulama besar mazhab Maliki di Mekah. Leluhurnya adalah para ulama utama yang mengajar mazhab Maliki di Masjidil Haram. Sejak tahun 1970an, terang Gus Ulil, Sayyid Muhammad sudah mendapatkan semacam 'kursi' untuk mengajar di Masjidil Haram. Jakarta - Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki merupakan Ulama Timur Tengah yang cukup tenar di Nusantara. Bukan hanya karena kealimannya, namun juga karena menjadi Guru bagi banyak Ulama di Alawi Al-Maliki merupakan seorang Sayyid, keturunan mulia yang nasabnya bersambung secara langsung dengan Nabi Muhammad SAW melalui cucunya, Imam Al-Hasan bin Ali RA. Dia merupakan pewaris keluarga Al-Maliki Al-Hasani di Mekkah yang yang lahir di Mekkah Arab Saudi pada tahun 1944 Hijriah ini dikenal sebagai sosok guru yang rendah hati di kalangan muridnya. Konon dia enggan mempertentangkan pendapat ulama satu dengan ulama lain, meski memiliki keilmuan yang cukup tinggi di bidang, Aqidah, Tafsir, Hadits, Sirah hingga Ushul Fiqih. Dalam kehidupannya, beliau selalu sabar dengan semua pihak yang berlawanan dengannya. Setiap pendapat ulama yang bertentangan dengannya, diterima dengan sabar dan mengambil hikmah dari hal tersebut. Serta berusaha menjernihkan suatu masalah dengan kenyataan dan dalil-dalil yang jitu. Bukan dengan emosi dan pertikaian yang tidak bermutu dan berkesudahan. Sayyid Muhammad tahu persis bahwa kelemahan Islam terdapat pada pertikaian para ulamanya. Karena dia sadar bahwa hal tersebut merupakan celah untuk 'musuh Islam'. Dengan penuh keikhlasan, dia selalu menghormati orang - orang yang tidak sependapat dan sealiran mengajarkan Islam, baik di Masjidil Haram atau di kediaman pribadinya, Sayyid Muhammad tidak membatasi pengajaran kepada batasan ilmu tertentu. Akan tetapi semua pelajaran yang diberikannya bisa diterima semua masyarakat, baik masyarakat awam atau terpelajar, semua bisa menerima dan semua bisa mencicipi apa yang diberikan Sayyid Muhammad. Pengajiannya tersebut biasa digelar selepas Salat Maghrib sampai Isya setiap Muhammad Al-Maliki juga kabarnya pernah membuat rumah yang besar dan dapat menampung ratusan murid per hari. Kediamannya tersebut terletak di Hay al Rashifah, pinggiran kota Mina, Arab pula setiap bulan Ramadan dan hari raya, dia selalu menerima semua tamu dan muridnya dengan tangan terbuka tanpa memilih golongan atau derajat. Semua mendapat penghargaan yang sama dan dapat mencicipi ilmu referensi yang ada, di kediaman Sayyid Muhammad Al-Maliki itulah para ulama-ulama hebat lahir dan membawa panji Rasulullah ke berbagai pelosok dunia. Ribuan muridnya bukan hanya menjadi Kiai atau ulama melainkan juga masuk ke dalam itu, murid Sayyid Muhammad Al-Maliki yang jumlahnya begitu banyak, berdatangan dari seluruh penjuru dunia. Murid-muridnya belajar, makan, dan minum namun tidak dipungut biaya sepeser pun. Bahkan Sayyid Muhammad Al-Maliki memberikan beasiswa kepada para santri sebagai uang saku. Setelah ilmunya dianggap cukup selama belajar beberapa tahun, para murid dipulangkan ke negara masing masing untuk mensyiarkan ulama yang telah mendapat gemblengan dari Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki, mereka pintar dan terpelajar. Di samping menguasai bahasa Arab, mereka menguasai ilmu-ilmu agama yang cukup dalam untuk dijadikan marja' dan referensi di negara-negara Sayyid Muhammad Al-Maliki yaitu ingin mengangkat derajat dan martabat kaum Muslimin. Serta mendidik manusia yang berperilaku baik dalam muamalatnya kepada Allah dan kepada sesama, terhormat dalam perbuatan, tindakan, pikiran dan perasaannya. Diantara Ulama di Indonesia yang didik oleh Sayyid Maliki yaitu KH Maimoen Zubair, KH Ubaidillah Faqih, KH Ali Imran, KH Thohir al-Kaf, Hahib Abdul Qadir al-Haddad, Habib Naqib Madura, KH Ali Karror, KH Muhaimin, Habib Muhammad al-Haddad, KH Ihya' Ulumuddin dan masih banyak lagi. Para Ulama ini terhimpun dalam organisasi bernama Hai’ah Asshofwah yang menghimpun para murid Sayyid Maliki. Wafatnya Sayyid Muhammad Alawi Al-MalikiUlama ahlussunnah wa al-jama'ah yang karismatik itu meninggal dunia di usia 60 tahun pada 10 Mei 2004. Kabarnya, dia meninggal saat azan Subuh baru saja berkumandang di saat matahari masih menggantung di ufuk duka tersebut bertepatan 15 Ramadan 1425 Hijriah, Syekh Muhammad bin Alawi Al-Maliki menghembuskan nafas informasi yang beredar, guru para ulama itu, meninggal dunia saat menjalani perawatan di sebuah rumah sakit di Makkah. Saat kabar duka tersebut tersiar, kaum Muslimin setempat berbondong-bondong mendatangi kediamannya di pinggir kota Mina. Jumlah warga yang menghadiri prosesi pemakamannya diperkirakan tidak kurang dari satu juta orang. Mulai para pejabat, ulama internasional hingga murid-muridnya yang berasal dari berbagai hari lamanya pintu rumah almarhum terbuka. Hal itu agar tersedia waktu bagi ribuan orang yang hendak menyaksikan, untuk terakhir kalinya, wajah sang guru jenazah Sang Sayyid hendak dishalatkan di Masjidil Haram, ribuan warga Mekkah bergantian mengusung jenazahnya. Mereka melakukannya dengan menangis itu, toko-toko yang dilewati iring-iringan jenazah mematikan lampu sebagai tanda duka. Sampai di Masjidil Haram, lautan manusia mengikuti shalat jenazah. Setelah disalatkan, jasadnya dikebumikan di pemakaman Al-Ma’la. Letak kuburan Syekh Muhammad berada di samping makam Khadijah, istri Rasulullah diolah dari berbagai sumberjqf . 495 352 241 70 146 310 175 371

putra sayyid muhammad al maliki